Kejar Target Swasembada Gula 2019, Kementan Kerjasama dengan Pemda

By Admin


nusakini.com - Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun), Bambang menjelaskan, permintaan itu untuk mengejar target swasembada gula tahun 2019. Ia optimistis, dengan prediksi cuaca yang lebih baik pada tahun ini, capaian produksi gula dapat ditingkatkan.

"Kita minta komitmen para pemangku kepentingan, kepala dinas, bupati, gubernur untuk memberikan ruang memperlebar wilayah pengembangan tebu di sekitar PG," kata dia dalam rapat koordinasi dan konsultasi dengan Gubernur, Bupati dan pemangku kepentingan lainnya se- Jawa Tengah di Semarang, kemarin.

Bambang meyakini, jika permintaan perluasan areal lahan perkebunan tebu itu terealisasi dalam waktu cepat, setidaknya untuk kebutuhan gula konsumsi rumah tangga sebanyak 3,2 ton pada tahun 2019 terpenuhi.

"Sayang ini, PTPN sama swasta sudah bangun pabrik gula, tapi kurang makanannya. Kurang bahan bakunya. Ketidakefisiensi ini nanti justru pabrik rugi, petani juga rugi. Padahal ada investasi besar untuk membangun pabrik," jelas Bambang.

Disebutkan, total kebutuhan gula secara nasional menembus angka 5,8 juta ton per tahun. Sementara hingga tahun 2016, gula yang baru mampu dipasok dari dalam negeri belum mencapai setengahnya, yakni hanya sekitar 2,2 juta ton. Selebihnya masih impor.

Selain faktor luas lahan, keengganan petani dalam menanam tebu juga merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi saat ini. Pertama dikarenakan persoalan anomali cuaca, permodalan, dan murahnya harga jual tebu di tingkat petani.

Seperti disampaikan Bupati Rembang, Abdul Hafidz. Hingga saat ini, lahan tebu yang tersisa di daerahnya tinggal 9.200 hektar. Sejak tahun 2013 hingga 2015, perkebunan tebu di Rembang diakunya sempat hancur lebur. Kendati dihadapi banyak tantangan, Ia optimis perkebunan tebu ini masih memiliki prospek yang cerah.

"Ya. Karena di 2013, 2014 hingga 2015 ini petani tebu hancur itu. Makanya terus tebunya dibongkar ditanami ketela, ketelanya juga hancur lagi. Nah ini kembali ke tebu," ungkapnya.

Selain ekstensifikasi area lahan tebu, alternatif kedua, lanjut Bambang, pemerintah juga menggerakkan pihak swasta untuk mengembangkan industri gula di luar pulau Jawa.

"Daerah yang masih tersedia lahan luas. Kita akan koordinasi dan didukung Pemda untuk menyediakan lahan, membebaskan lahan untuk pengembangan industri gula. Didukung oleh masyarakat dengan plasma. Pemerintah hadir memberikan sarana produksi," imbuhnya.

Baru-baru ini, kata Bambang ada sejumlah pabrik gula yang dibangun di luar pulau Jawa. Di antaranya di Dompu, Nusa Tenggara Barat dan Lampung.

"Kemudian akan dibangun juga di daerah Sulawesi sana. Potensi masih besar," katanya.

Menyinggung persoalan murahnya harga jual tebu ke pabrik yang acapkali merugikan petani, Bambang mengatakan itu terjadi murni ditentukan oleh otoritas perusahaan. Sebabnya karena banyak industri gula di dalam negeri skalanya kecil sehingga menjadi tidak efisien

"Kalau mesinnya berputar, tapi yang diolah cuma sedikit kan tidak efisien. Kan industri rugi. Ruginya itu dibebankan kepada petani. Akhirnya sama-sama rugi," tandasnya.

Jalan keluarnya menurut dia dengan melakukan efisiensi industri. Pabrik-pabrik yang sudah terlalu tua harus direvitalisasi dan diperbaiki supaya berjalan normal. Selain itu, Kementan akan membantu memenuhi berbagai keperluan petani untuk meningkatkan minat menanam tebu.

"Sekarang rata-rata petani tebu itu sudah enam kali, tujuh kali sudah habis diratoon, dibongkar ratoon, karena mereka nggak punya uang, kita harus bantu. Bantu bongkarkan. Harus dibongkar, kemudian ditanami lagi benih yang baru. Kemudian petaninya kita bina, bagaimana meningkatkan protasnya. Kemudian bantuan sarana produksinya, bantuan pupuk, dan bantuan obat-obatan," urai Bambang.(p/mk)